Entah apa yang
harus aku lakukan lagi untuk membunuh perasaan ini terhadapmu. Aku bahkan
hanyalah segelintir persinggahan dalam setiap perjalananmu. Aku tau dia sangat
mencintaimu. Dia wanita yang anggun, cantik, mandiri, beruntung kamu
memilikinya. Memiliki seseorang yang dapat mencintaimu dengan tulus. Setulus
ketika ia rela melepaskanmu saat cinta menguasai hatinya begitu kuat. Setegar
ia sanggup mengatakan bahwa ia tak ingin kebersamaannya denganmu membawa kalian
pada sebuah lorong gelap. Aku paham akan cinta yang ia maksudkan. Aku mengerti
tentang kuatnya perjuangan kalian untuk saling memperjuangkan satu sama lain
dihadapan-Nya.
Tapi, pernahkah
terlintas dalam benakmu? Dalam setiap inci jajak langkah yang kau tiggalkan,
ada seseorang yang sengaja mengikuti jajak itu demi menemukan tujuan akhirmu?
Tetap berjalan dibelakangmu, bahkan ketika ia menemukanmu sedang berjalan
bersisian dengannya. Berusaha terlihat kuat meskipun sebenarnya dia lemah saat
menyadari bahwa kehadirannya di tengah-tengah kalian tak pernah diinginkan.
Selalu menahan emosional nya ketika ia berhadapan langsung denganmu. Mencoba
sekuat tenaga dan meyakinkan diri bahwa tatapan mata dan genggaman tanganmu
adalah hal yang lumrah kau lakukan.
Tapi sadarkah
kau? Wahai insan Tuhan yang begitu pandai merangkai kata dalam hamparan alam. Kamu
tanpa sengaja telah meninggalkan secercah asa dan harapan untuk menjadikanmu
sebagai masa depanku kelak. Namun, aku mungkin hanya salah satu dari sekian
banyak ‘hawa’ yang mampir dalam selingan kejenuhanmu. Yang tak pernah menjadi
tujuan dalam setiap perjalananmu.
Aku sudah
berusaha sekuat yang aku bisa. Agar aku dapat membuang jauh-jauh perasaan ini.
Namun, setiap aku ingin pergi melupakan. Bayangan itu semakin jelas dan tak
bisa hilang. Aku telah meminta pada-Nya, untuk membuang cinta ini terhadapmu.
Cinta yang tak seharusnya tumbuh, ketika ada hati tulus yang siap menjadi
‘dien’ mu.
Entah harus
bagaimana lagi aku melakukannya. Aku harus kuat ketika berhadapan denganmu.
Ketika tatap kita bertemu dan saat tangan kita saling menggenggam. Aku harus
menahan rasa tak wajar yang muncul, ketika aku mendapati kamu sedang
bersamanya. Rasa tak ingin kehilangan dan tak ingin melepaskan. Bahkan aku
harus sadar, jika ternyata dalam setiap tatapan hangat dan genggaman tangan itu
tak pernah ada cinta sedalam yang aku simpan untukmu.
Aku masih
menunggu waktu mengantarkan kita pada pertemuan nyata selanjutnya. Yang memaksa
ku untuk berani menyampaikan, bahwa mulai sejak saat itu, dua tahun yang lalu. Saat aku menyadari, aku menyukaimu,
jauh sebelum kamu bersamanya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar